Zombie Outbreak Ketika Manusia Menjadi Eksperimen Sendiri

Zombie Outbreak Jakarta, 8 Mei 2047 Dunia tak lagi sama. Setelah lebih dari dua dekade penelitian genetika tanpa batas etik, umat manusia menuai hasil dari ketamakan dan keangkuhannya sendiri. Wabah zombie, yang sebelumnya hanya menjadi kisah fiksi dan sinema hiburan, kini menjadi kenyataan yang mengerikan.

Awal Mula Sebuah Zombie Outbreak

Segalanya bermula dari sebuah proyek rahasia bioteknologi yang disebut “Project LUCID singkatan dari Lethal Utility for Cognitive Immune Development. Dirancang oleh konsorsium perusahaan farmasi multinasional, proyek ini bertujuan menciptakan vaksin universal untuk meningkatkan daya tahan tubuh manusia terhadap penyakit ekstrem. Namun, eksperimen terhadap gen mutan neuroaktif yang digunakan ternyata jauh lebih berbahaya dari yang diperkirakan.

Penyebaran Zombie Outbreak ke Kota Benua ke Benua

Dalam hitungan minggu, wabah menyebar ke berbagai negara melalui jalur udara dan udara. Sistem perbatasan global runtuh, dan kota-kota besar seperti New York, Tokyo, dan Rio de Janeiro menjadi ladang pertempuran antara manusia yang tersisa dan makhluk tanpa jiwa yang terus berkembang.

Para ilmuwan menyebut varian zombie ini sebagai Homo Revenant, hasil mutasi sistem saraf pusat yang mampu mempertahankan fungsi motorik dasar, agresi tinggi, dan menyerang predator, namun kehilangan kesadaran sepenuhnya.

Kelompok Perlawanan dan Harapan yang Tersisa

Beberapa zona aman terbentuk di tempat-tempat tak terduga komunitas kecil di pedalaman Kalimantan, biara tertutup di Tibet, hingga pangkalan ilmiah di Antartika. Salah satu kelompok perlawanan terbesar adalah Konsorsium Aurora, gabungan mantan ilmuwan dan militer dari berbagai negara yang bertekad menciptakan serum pembalik pengobatan.

Refleksi Kemanusiaan Siapa yang Sebenarnya Monster

Dalam kekacauan ini, muncul pertanyaan lebih dalam: apakah zombie adalah musuh utama, atau justru sifat asli manusia yang terbuka ketika sistem runtuh? Beberapa mantan tentara dilaporkan menciptakan arena gladiator di mana zombie dan manusia diadu untuk hiburan. Di sisi lain, banyak kisah pengorbanan dan solidaritas yang menjadi cahaya di tengah kegelapan.

Zona Abu-Abu Ketika Penyembuhan Menjadi Senjata

Kalimantan Tengah, 21 Juli 2047 Setelah hampir delapan bulan dunia dilanda wabah Homo Revenant, titik-titik harapan mulai bermunculan. Namun, harapan itu tidak datang tanpa konsekuensi. Laporan dari berbagai wilayah menunjukkan bahwa serum anti-mutasi yang dikembangkan oleh Konsorsium Aurora ternyata membawa efek samping yang kontroversial.

Serum Alfa Penawar atau Kutukan Baru

Serum yang diberi nama Alfa-3X awalnya dipuji sebagai terobosan medis abad ini. Disuntikkan ke dalam individu yang terinfeksi tahap awal, serum tersebut terbukti mampu mengembalikan kesadaran dan menghentikan proses degeneratif otak. Namun, para penyintas yang melaporkan pengalaman pasca-pemulihan yang mengerikan fragmen memori dari saat mereka menjadi zombie, trauma mendalam karena menyadari bahwa mereka telah membunuh orang yang mereka kenal, dan gangguan saraf yang belum sepenuhnya bisa dijelaskan.

Pasar Gelap dan Eksploitasi Genetik

Dengan meningkatnya permintaan terhadap serum Alfa-3X, pasar gelap pun berkembang pesat. Di kota-kota karantina seperti Makassar dan Lagos, satu dosis serum bisa dihargai lebih tinggi dari emas. Tidak sedikit orang kaya yang rela membayar sekelompok senjata untuk memasak zombie segar” dari zona merah demi digunakan sebagai eksperimen pribadi atau pengamanan pribadi.

Konflik Moral Menyembuhkan atau Mengakhiri

Kini, para ilmuwan dan pemimpin zona aman menghadapi dilema etis besar apakah semua individu yang terinfeksi layak diselamatkan, ataukah lebih baik mengakhiri penderitaan mereka secara permanen? Apalagi, setiap pemulihan memakan sumber daya yang langka dan memunculkan risiko baru.

Arah Baru Evolusi Atau Kepunahan Zombie Outbreak

Krisis zombie kini bukan hanya tentang bertahan hidup, tapi tentang apa arti menjadi manusia di tengah-tengah dunia lama. Ketika penyembuhan bisa digunakan sebagai alat kekuasaan, ketika kemanusiaan diuji oleh ingatan dan rasa bersalah, maka kita harus bertanya

By author